Sabtu, 07 November 2015

Muhammad Qolby-ku

Muhamamd Di Hatiku ( Pixabay.com )

Tanam jantungku telah patah. Melalui bilik-bilik kecil yang berongga, telah kucicip manis cahayaNya, menyemai kehangatan, juga kerinduan..
-CAPER-


“Muhammad ?”
Siapa yang tak kenal ?
Pertama kali ku dengar namanya, tak asing memang. Ia dikenal bahkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Tetapi kebanyakan mereka yang ketika ditanya tentang sosok Mulia ini hanya sebatas mengenal nama.
Termasuk aku yang saat itu menjawab ketika dimintai pendapat perihal Keagunganya.
 “Ya, namanya juga manusia pilihan, pasti dia kuat dengan berbagai tekanan seperti itu.” 

Seseorang dihadapanku tersenyum . Beberapa teman sebaya tampak terlihat fanatik dengan menyertakan logo-logo aneh mulai dari tas, jaket , gambar-gambar terompah. Bahkan anehnya, sebelum berwudhu mereka kerap membersihkan mulut mereka dengan sejenis ranting yang mereka sebut siwak.
Sampai waktu mempertemukan aku dengan Cahaya itu, setahun yang lalu.

 “Kenalkanlah aku pada Nabiku, Wahai Allah. Tidakkah kau senang bila bertambahnya sholawat yang terhantur kepada Kekasih-Mu Muhammad?” 

Aahh, batinku tetap tak bisa dengan terpaksa mencintai sosoknya seperti mereka yang merangkai hari demi hari dengan mencintainya. Mendawamkan sholawat, melaksanakan sunnah, dan lain sebagainya.

 “Ya Rabb, aku masih tak mengerti, kenapa Kekasih-Mu Muhammad harus pula kucintai? Butakah aku dengan cahaya itu?” 

Kali ini air mataku menyungai. Entah apa yang membuat aku tak semerindu mereka. Aku malu dengan imanku. Yaah.. Rukun Iman ke-Empat itu tercatat setelah Yang Maha Rahim menetapkan malaikat dan kitab-kitab yang lebih dulu wajib kita imani.

Lantas seberapa ukuran taat Nabi Muhammad?

Siapa sebenarnya Nabiku ?

Mengapa Abu Bakar, Umar, Utsman,Ali dan sebagainya berbai’at kepadanya?

Jawaban itu telah kutemukan malam ini.
Bendera-bendera berkibar Agung,
Sholawat bersenandung dimalam Hujan,
Dan Aku tenggelam di Pusara Purdah Hitam Panjang,
Telingaku Mendengar.. Dan Bibirku Menggetar..
YAA DZAKIRIIN BERKUMANDANG...
-Sajak untuk Majelis Rosulullah SAW-

Dzikir itu menggema dimalam hari, ketika orang lain memilih ‘lelap’.
Mereka justru tak lelah menunduk taqwa, menangis, dan mengingat Nabinya ketika para awam berfikir itu adalah takdir yang memang sepantasnya.

TIDAK. Itu bukan tentang pantas atau tidak pantas.Rosulullah hanya berusaha memantaskan diri sebagai sebaik-baik Hamba. Dengan akhlaknya yang perlu kita selami. Kepribadianya yang perlu kita ikuti, bukan hanya karena ia Nabi.

Satu persatu pertanyaanku terjawab.
Apa ada di dunia ini manusia yang bertahun-tahun mampu menahan deraan luka disekujur tubuh? Yang dihina? Yang diludahi? Di caci? Bahkan dituduh gila. Hanya karena menginginkan kita mengingat sang pencipta, menyembah-Nya, Menghamba Kepada-Nya,Mensyukuri Nikmat-Nya, dengan mengajarkan Sholat, Berpuasa, Adab hingga bersedekah tanpa takut miskin.

Bulan pun berlalu, aku semakin menikmati lezatnya dzikir bersama para pecinta Rosulullah. Dimalam-malam dingin, membuatku semakin merindui sosoknya yang kelak akan mensyafa’ati kita umatnya.

Buliran basah kembali meniti di wajahku. Kali ini, kisahnya amat memekik telinga. Walaupun sudah berkali-kali ku dengar sebelumnya. Entah.. mungkin karena aku mulai jatuh cinta dengan Nabi Allah ini.

 “Batu itu ia lilitkan diperutnya bersama kain penutup, guna menahan lapar. Dan ketika Beliau menjadi imam sholat bersama para sahabatnya, terdengar suara gemerutuk ketika ruku’ dan sujudnya.”
 “Seorang Rosul? Apa gak ada yang peduli sampai ia begitu lapar?” desisku heran sambil menahan air mata.
 Seseorang disebelahku menyela,
 “Hussh.. Protes aja, “
 “Tapi itu Rosul, apa tidak ada manusia yang menjamin bahkan sekedar makanan?”

Kali ini perempuan bercadar itu tampak ikut menangis. Dengan sesak ia berkata,
 “Kalau aku ada disana, aku tidak akan membiarkan Nabiku kelaparan, Ukhti. Kalau aku ada saat itu, akan kuberikan seluruh simpananku untuk menjamin hidupnya. Dan jika aku ada waktu itu, takkan sampai aku menatap Kekasih Allah dengan batu-batu di perutnya.. andai....” kalimatnya tertahan. Ia tak sanggup melanjutkan.

Dan aku tahu sekarang.
Hanya Nabiku, Muhammad Rosulullah. Dan aku mencintainya.
Karena Cinta mengajarkan kebaikan dan cintanya kepada kita para umat mengajarkan begitu banyak kebaikan pula. Ia yang berlemah lembut, santun, ramah, yang segala sifat kesempurnaan manusia ada padanya. Jangan pernah kita menyerah untuk terus mengingat manusia yang mengingatmu dan aku umatnya.
Aku telah memulainya, hingga ku dapati diriku berada dibarisan para Pecinta. Dan Rabb-ku yang menjawab semua tanya:

 “ Wahai Hambaku , Inilah jawaban dari permintaan arah yang segenap Do’anya kau panjatkan waktu itu. Tegaplah, tetapkan cintamu. Iringi langkah dengan Sholawat pada Muhammad SAW. Penuhi hatimu untuk merinduinya. Temukanlah keajaiban atas arah yang KU-tentukan ini.
Telah AKU perlihatkan padamu Ma’rifat orang-orang yang telah mencapai nikmat-KU. Juga telah KU-luruskan pandangan memalui hatimu. Itulah alasan mengapa kau harus mencintai Nabimu.”

“ Wahai Penenangku, ku cukupkan pencarian alasan untuk mencintai Nabiku, Muhammad Rosulullah. Tidak ku temukan alasan yang sanggup menyentuh hatiku, membasuh jiwaku serta membuka mataku selain kisahnya yang terangkum penuh CAHAYA CINTA.”

Sumber : - Ceramah Habib Baghir dalam kitab Nashoihud Diniyah
                 - Majelis Rosulullah SAW
                 - Kitab Adhiya Ulami, Karya Alhabib Umar Bin Hafidz

Writen By:
Reny Setyawati

Artikel Terkait

1 komentar so far

ren, tulisan kamu bagus cuman aku mau saran coba kamu kasih gambaran bagaimana iman bisa membuat seseorang itu mencintai sesuatu yang bahkan belum pernah diliat sebelumnya ?


EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.